Thursday, August 25, 2011

Menghadapi Pasien Defensif

Bukan, gue bukan ahli banget soal menghadapi pasien. Jadi dokter juga baru 1,5 thn ini. Tapi gak ada salahnya share tentang gimana menghadapi pasien defensif, sesuai dengan pengalaman kerja gue. Hal kayak gini gak diajarin di sekolahan loh, pengalaman yang ngajarin.

Hari ini kali kedua gue ketemu pasien yang defensif. Sebelum kita merasa kesal karena sikapnya yang cenderung sok tau, sok enggak kenapa2, bahkan memarahi istrinya yang perhatian, mari kita memposisikan diri jadi dia.

Pertama, dia sakit.
Kedua, sakitnya kronis, menahun, dia mungkin udah bosan minum obat, dan tidak mengalami perbaikan
Ketiga, dia khawatir karena sakitnya ini bikin dia gak bisa kerja, gak bisa menafkahi anak istri.
Keempat, dia merasa jadi beban keluarga. Biaya dokter, obat yang gak sedikit, belum lagi fungsi sebagai kepala keluarga (pasien gue tadi laki-laki) yang berkurang karena sakit ini.
Kelima, dia takut mati.

Nah, kompleks kan? Jadi kita jangan buru-buru tersinggung dengan nada bicara si pasien.

Kata mama gue "pasien itu gak peduli gimana caranya, asal dia sembuh. Gak peduli kalo kita harus jungkir balik memikirkan terapi yang pas, asal dia sembuh"

Berdasarkan pengalaman gue sebelumnya menghadapi pasien inkooperatif dan defensif gini, (ohya, duluuu waktu awal-awal jadi dokter, kalo ada pasien dengan nada suara tinggi dan defensif, gue usir keluar. Jangan ditiru ya) kita TIDAK BOLEH ikut defensif.

Kalo dia bersuara keras, kita balas dengan suara yang lebih pelan tapi tetap jelas.
Kalo dia bilang, "saya udah tau semua yg dokter bilang itu (sok tau)", kita IYAKAN saja, bilang "bagus kalo Bapak/Ibu mau peduli dengan penyakitnya, tapi pengetahuan yg sekarang..bla bla bla" bisa kita lanjutkan edukasi. Jangan langsung dipatahkan pendapatnya.
Kalo dia bilang "obat dari dokter gak bagus, saya gak sembuh", jangan langsung ngamuk dan kecil hati. Tanyakan apakah cara minum obat sudah benar? Apakah ada makan makanan yang menghambat penyerapan obat? Apakah dosis yang diminum sesuai aturan? Bisa saja sih, cara makan obat pasien yang kurang benar. Kalo ketemu yg kayak gini, JANGAN langsung menyalahkan pasien, tapi bilang "cara minum obat bapak itu kurang efektif, aturannya itu diminum sebelum makan pak". Pasti dia malu sendiri udah menuduh kita yang bukan-bukan.

Karena gue kerja di puskesmas, obat-obat yang dipake biasa-biasa aja, tapi sembuh loh. Yang gue tau, kalo kita yakin ama dokter yang menangani, percaya dengan terapi yang diberi dan patuh minum obat, pasti sembuh deh.

Kayak pasien tadi yang menginspirasi gue buat tulisan ini, dia yang awalnya defensif, gak percaya ama apa yang gue bilang, bilang obat gak manjur, dan menolak diperiksa darah, jadi berbalik 180derajat loh.
Ya gitu tadi caranya, gunakan tone suara yang pelan, jelas, tidak menghakimi. Gue bilang bahwa sakit ini memang tidak bisa hilang tapi bisa dikontrol. Kita yang pegang kendali. Gue kasih edukasi makanan apa yang boleh apa yang enggak. (Ternyata selama ini dia takut makan, jadinya kurus dan lemas). Gue ikut membersihkan lukanya. Semua itu tujuannya hanya satu : biar pasien percaya dengan terapi yang kita berikan. Kalo udah percaya, insyaAllah akan sembuh.

Okelah, ini semua emang kayaknya bahasa tingkat dewa ya. Tapi gak mesti jadi dewa-dewa kok untuk mempraktekkannya. Latihan tiap hari. Ramahlah pada pasien. Jangan kita juga bersikap defensif, menyalahkan pasien. Dia udah sakit, kita jutekin lagi.
Jangan ya.


-Ika Fairuza-

No comments: